PN Surabaya Bukan Tempat Rasa Keadilan, Rugikan Terdakwa Bebas Murni.

 

Surabaya,Radarhukumpos.com - Apa artinya jika Hukum dimainkan, faktanya Tho Ratna Listiyani, SE korban tipu muslihat, mengalami kerugian Rp. 2,5 milyar, yang harus menelan racun Kebenaran Hukum di Pengadilan Negri Surabaya.

 

Orang yang menipu dirinya harus menderita kerugian Rp. 2,5 milyar, atas diputusnya Bebas Murni oleh Majelis Hakim Pengadilan Negri (PN) Surabaya tersebut.

 

Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Martin Ginting, S.H., M.H dan Hakim anggota Dr. Johnis Hehamony, S.H., M.H dan Hakim anggota Ni Made Purnami, S.H., M.H, karena dinilai tak secuilpun mempertimbangkan dari Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

 

Padahal JPU memasang dakwaan tunggal dengan melanggar Pasal 378 KUHP Jo Pasal 191 Ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana maupun Peraturan Perundang-undangan lain yang bersangkutan. Bahkan JPU  menuntut Hukuman 2 Tahun 6 Bulan Penjara dipotong masa Tahanan.

 

Tapi fakta kenyataannya, terbukti lain. Namun pihak Majelis Hakim yang menyidangkan perkara ini menghukum Bebas Murni, ada apa?

 

Sedangkan Anita Wijaya SE warga Jl. Mojopahit Sidoarjo ini, awalnya dilaporkan oleh Korban kenapa tidak dijadikan sebagai terdakwa. Sebenarnya ada beberapa rentetan yang seharusnya menjadi bahan pertimbangan pihak Hukum.

 

Sebelumnya terdakwa adalah sebagai Asuransi HSBC. Kemudian dikenalkan dengan korban oleh Evi Suteja saat itu.

 

Lantas berlanjut dengan pada pertemuan berikutnya. Terdakwa waktu itu menyerahkan Data Base Nasabah HSBC. Dengan adanya cara seperti ini sudah pasti adalah menjadi Bentuk Kejahatan sendiri, karena Anita Wijaya, SE sama saja halnya membocorkan Rahasia Perusahaannya sendiri.

 

Selanjutnya dengan berbagai Tipu Muslihatnya minta dana hingga Rp. 2,5 milyar tersebut. Dengan berbagai Janji-janji manis akan memasukkan kepada pihak Nasabah hingga mencapai jumlah Rp. 30 milyar.

 

Setelah permintaan hal premi dari perolehan premi Rp. 30 milyar itu diminta terlebih dahulu. Tetapi kenyataan janjinya tidak dipenuhi. Demikian singkat cerita Korban.

 

" Kami sebagai Korban merasakan di Pengadilan Negeri Surabaya itu bukan tempat untuk memberikan Rasa Keadilan dalam Perkara saya ini," tutur Tho Ratna Listiyani yang beberapa waktu lalu menemui wartawan (BERTUS).