Komunitas Lingkungan Kampanyekan Gerakan Makan Dihabiskan " Lawan Sampah Makanan dan Plastik di CFD " Raya Darmo Surabaya





Surabaya,Radarhukumpos.com - Dalam memperingati Zero Waste Month 2025, Komunitas Nol Sampah bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya dan berbagai elemen masyarakat Surabaya seperti sekolah adiwiyata, Kampung Iklim, Trans Bag Community dan Bonek Garis Hijau mengkampanyekan "Gerakan Makan Dihabiskan." Kampanye lingkungan ini dilakukan Minggu (19/1) di arena Car Free Day (CFD) di Jalan Raya Darmo Surabaya.
 
Hermawan Some, pegiat lingkungan dari Komunitas Nol Sampah, menjelaskan bahwa gerakan ini sangat penting mengingat tingginya angka sampah makanan di Surabaya. Data menunjukkan bahwa dari 1.600 ton sampah yang masuk ke TPA Benowo setiap harinya, 55 persen atau sekitar 888 ton merupakan sampah makanan

Angka ini terus meningkat setiap tahun. Lebih mengkhawatirkan lagi, sampah makanan yang tidak terolah dengan baik menghasilkan gas metana yang memiliki daya rusak 21 kali lebih besar daripada CO2. Bahkan, satu ton sampah makanan menghasilkan emisi gas rumah kaca sekitar 595 kilogram ekuivalen CO2," ujar Hermawan.
 
Gerakan "Makan Dihabiskan" juga menyoroti masalah sampah makanan dari Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Survei awal di salah satu SMP di Surabaya pada 13 Januari lalu menunjukkan bahwa setiap siswa rata-rata membuang 25-40 gram sampah makanan.  
 
Dengan jumlah siswa penerima MBG di Surabaya sekitar 600.000 orang, maka sampah makanan dari program ini diperkirakan mencapai 15-24 ton per hari. Belum termasuk sampah makanan dari proses memasak di dapur sekolah.
 
"Ini adalah pancingan kami, harapannya wali kota Surabaya juga membuat gerakan serupa di sekolah-sekolah dan di kampung-kampung yang ada di Surabaya. Jangan sampai program MBG justru menjadi beban kota," ungkapnya.
 
Selain deklarasi, para siswa dan elemen masyarakat juga melakukan kampanye dan edukasi kepada pengunjung CFD. Mereka mengajak warga untuk menghabiskan makanannya dan mengurangi penggunaan alat makan sekali pakai.

Pria yang akrab disapa Wawan Some ini menambahkan bahwa penggunaan alat makan sekali pakai bersama dengan tas kresek sebagai pembungkus merupakan jenis sampah plastik terbanyak di Surabaya.
 
"Meskipun penggunaan tas kresek telah berkurang 2-5 ton per hari setelah adanya peraturan pembatasan, penggunaan alat makan sekali pakai justru meningkat seiring dengan berkembangnya bisnis kuliner. Penggunaan alat makan sekali pakai juga berpotensi membahayakan kesehatan," jelasnya

Gerakan kampanye ini mengusung tema "Food Waste No More." Sementara Zero Waste Month diperingati secara internasional setiap bulan Januari, bermula di Filipina pada tahun 2012.
 
"Di Surabaya, gerakan ini diharapkan dapat menjadi langkah nyata untuk mengurangi sampah makanan dan dampak negatifnya terhadap lingkungan. Di Kampung Iklim, workshop pengolahan sampah sisa makanan menjadi kompos dan maggot juga dilakukan," harapnya.
 
Sementara itu, respons masyarakat terhadap gerakan makan dihabiskan ini beragam. Beberapa warga antusias mendukung kampanye ini. "Saya setuju banget sama gerakan ini. Seringkali kita makan, lalu sisa makanannya dibuang begitu saja. Padahal kalau dipikir-pikir, sayang banget kan," kata Fitriani.
 
Namun, ada juga beberapa warga yang masih ragu terhadap gerakan mengajak orang untuk menghabiskan makanan dan mengurangi sampah plastik. "Ide bagus sih, tapi agak sulit untuk diterapkan. Kadang kita nggak bisa prediksi berapa banyak makanan yang bisa kita makan," tutur Dina.
 
Meski demikian, dia berharap perlu ada edukasi lebih lanjut agar masyarakat lebih bisa memahami gerakan anti memboroskan makanan dan menghemat sumber pangan ini ( humas/YN)